Menekan Pernikahan Dini, Melahirkan Relawan, Menebar Dampak

Pernikahan dini bukanlah sekadar isu sosial-budaya, melainkan sebuah problem multidimensi yang memiliki konsekuensi serius dari berbagai disiplin ilmu

Indonesia, sebagai negara dengan populasi remaja yang besar, menghadapi ancaman serius terhadap masa depan generasinya: pernikahan usia anak atau pernikahan dini. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang mengutip Pengadilan Agama mencatat lebih dari 55 ribu pengajuan dispensasi menikah pada usia anak-anak sepanjang tahun 2022. Angka ini adalah alarm bahaya, sebuah pertanda bahwa potensi emas generasi muda terancam terenggut oleh ketidaksiapan mental, fisik, dan ekonomi.

Menekan Pernikahan Dini, Melahirkan Relawan, Menebar Dampak
Menekan Pernikahan Dini, Melahirkan Relawan, Menebar Dampak

Di tengah keprihatinan nasional tersebut, muncul seorang pemuda dari Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, yang memilih untuk menjadi "pahlawan" bagi teman sebayanya. Ia adalah Nordianto Hartoyo Sanan, yang kini dikenal sebagai motor di balik gerakan edukasi masif bernama GenRengers Educamp. Kisah Nordianto adalah manifestasi nyata dari upaya "Menekan Pernikahan Dini, Melahirkan Relawan," sebuah gerakan yang dampaknya telah terasa secara signifikan, bahkan melampaui batas provinsi.

Nordianto, Sang Penggerak dari Kegelisahan Pribadi

Nordianto Hartoyo Sanan, yang akrab disapa Anto, lahir pada November 1994 di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Latar belakangnya tidak lantas menjadikannya seorang aktivis sosial; ia adalah seorang sarjana sastra dan bisnis. Namun, kegelisahan pribadinya terhadap isu pernikahan anak di lingkungannya menjadi pemicu utama.

Nordianto, Sang Penggerak dari Kegelisahan Pribadi
Nordianto Hartoyo Sanan

Inspirasi terbesar Nordianto datang dari kisah sang ibunda sendiri. Ibunya sering menyampaikan penyesalan karena harus menikah di usia muda, sebuah kondisi yang ia yakini menghambat potensi dan kesuksesan pribadinya. Lebih jauh, pernikahan dini yang dialami ibunya juga berdampak pada masalah kesehatan reproduksi, termasuk mengalami beberapa kali keguguran. Pengalaman pahit sang ibu inilah yang menanamkan kesadaran mendalam pada Nordianto.

Pada tahun 2016, Nordianto menggagas GenRengers Educamp, sebuah program edukasi berbasis perkemahan. Aktivitas ini didasari oleh semangat superhero yang ia tonton sejak kecil, keyakinan bahwa siapa pun bisa mengambil peran untuk menjadi pahlawan di lingkungannya. Nordianto memulai dengan modal hasil kemenangannya dalam ajang Duta Nasional pada tahun 2014, membuktikan bahwa inisiatif sosial tidak selalu membutuhkan dana besar, melainkan tekad kuat.

delegasi Asia-Pasifik untuk ajang Indigenous People Youth Conference di Rio de Janeiro, Brasil
delegasi Asia-Pasifik untuk ajang Indigenous People Youth Conference di Rio de Janeiro, Brasil

Kiprah Nordianto tidak hanya terbatas di level lokal. Ia pernah menjabat sebagai Presiden Generasi Berencana (GenRe) Indonesia (2016-2020), menjadi delegasi Asia-Pasifik untuk ajang Indigenous People Youth Conference di Rio de Janeiro, Brasil, untuk mempresentasikan pandangannya terkait isu pernikahan anak, serta menjalani kegiatan sebagai volunteer untuk program European Union sebagai pengajar Cross Cultural Understanding di Polandia. Pengalaman global ini memperkaya wawasannya dalam merancang solusi lokal yang efektif.

Bahaya Pernikahan Dini dari Sudut Pandang Ilmu

Pernikahan dini bukanlah sekadar isu sosial-budaya, melainkan sebuah problem multidimensi yang memiliki konsekuensi serius dan terukur dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan, terutama kesehatan, psikologi, dan sosial-ekonomi.

Dampak Kesehatan Reproduksi dan Fisik

Dari perspektif ilmu kesehatan, pernikahan dini pada remaja perempuan sangat berbahaya karena organ reproduksi mereka belum matang sepenuhnya untuk kehamilan dan persalinan.

Bahaya Pernikahan Dini
Bahaya Pernikahan Dini

Puspasari & Pawitaningtyas (2020) dalam jurnal Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak menyoroti bahwa kehamilan dan persalinan pada usia sangat muda membawa risiko kesehatan serius. Tubuh perempuan yang masih dalam masa pertumbuhan belum sepenuhnya siap menghadapi proses kehamilan. Komplikasi sering terjadi, termasuk:

1. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang Tinggi

Remaja perempuan berusia 15-19 tahun berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi persalinan, yang merupakan penyebab utama kematian di kelompok usia ini di negara-negara berkembang.

2. Persalinan Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Ketidakmampuan organ reproduksi ibu, seperti otot-otot rahim yang belum optimal, seringkali menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko cacat atau kematian bayi.

3. Anemia dan Stunting

Ibu yang hamil di usia remaja seringkali belum mampu memenuhi kebutuhan gizi dirinya sendiri dan janin, yang meningkatkan risiko anemia pada ibu dan stunting pada anak yang dilahirkan.

4. Risiko Kanker Serviks

Pernikahan di bawah usia 20 tahun juga dikaitkan dengan peningkatan risiko terkena kanker leher rahim karena sel-sel rahim yang belum matang lebih rentan terhadap infeksi seperti Human Papilloma Virus (HPV).

Dampak Psikologis dan Kesehatan Mental

Kematangan psikologis adalah fondasi penting dalam membina rumah tangga. Pernikahan dini, yang umumnya dipaksakan oleh keadaan atau belum didasari oleh kedewasaan emosi, seringkali berujung pada gangguan kesehatan mental.

Riset yang dirangkum oleh Rizal (2024) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pasangan yang menikah di bawah usia 18 tahun memiliki risiko 41% lebih tinggi mengalami gangguan mental, termasuk gangguan kecemasan (anxiety), depresi, dan trauma psikologis. Penelitian lain juga juga mencatat bahwa perkawinan yang terlalu muda, karena belum siapnya aspek psikologis, mengundang masalah yang tidak diharapkan seperti rasa cemas, stres, dan bahkan depresi.

Ketidakstabilan emosi remaja juga berdampak pada kualitas perkawinan itu sendiri. Studi kasus pada perempuan yang menikah usia dini menunjukkan bentuk emosional yang muncul adalah kecemasan dan stres yang dipicu oleh tekanan hidup dan tuntutan dalam pernikahan. Remaja yang masih labil dan emosional cenderung kurang mampu mengelola konflik rumah tangga, yang berkorelasi lurus dengan tingginya angka perceraian di usia muda. Belum lagi tekanan menjadi orang tua, yang dapat memicu baby blues dan berdampak negatif pada pola asuh anak, yang membutuhkan lingkungan keluarga yang tenang dan harmonis untuk berkembang secara optimal.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Dampak sosial-ekonomi dari pernikahan dini menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan keterbatasan akses.

Menurut analisis Samsaputra (2022), perempuan yang menikah pada usia muda seringkali belum memiliki pendidikan atau keterampilan yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. Putus sekolah dan ketiadaan ijazah membuat mereka terjebak dalam kondisi finansial yang buruk. Kemiskinan ini kemudian menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya pernikahan dini pada generasi berikutnya.

Secara sosial, mereka mungkin menghadapi stigma dan diskriminasi dari masyarakat, terutama jika pernikahan terjadi karena kehamilan di luar nikah. Hal ini dapat menyebabkan isolasi sosial, membuat mereka merasa terasing dan sulit berintegrasi dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Selain itu, ketidakmatangan sosial-ekonomi pasangan muda menjadi penyangga yang lemah dalam memutarkan roda keluarga, meningkatkan risiko kegagalan rumah tangga.

Langkah yang Sudah Diambil Nordianto, GenRengers Educamp

Menyadari bahaya multidimensi ini, Nordianto mengambil langkah konkret dengan menciptakan solusi yang berakar pada pemberdayaan remaja.

GenRengers Educamp, Edukasi Alternatif dan Local Champions

Pada tahun 2016, Nordianto meluncurkan GenRengers Educamp. Program ini berbentuk aktivitas perkemahan yang berfungsi sebagai pendidikan alternatif, dirancang untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada remaja tentang:

1. Kesehatan Reproduksi

Edukasi yang menghilangkan stigma tabu seputar organ reproduksi dan bahayanya jika tidak dipahami dengan benar.

2. Bahaya Seks Bebas dan NAPZA

Penyadaran tentang risiko pergaulan bebas dan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

3. Kemandirian Ekonomi dan Pengembangan Diri

Membangun semangat untuk meraih mimpi, mengembangkan keterampilan, dan menciptakan kemandirian finansial sebagai benteng agar tidak mudah terjebak dalam pernikahan dini karena alasan ekonomi.

Strategi yang paling inovatif dari GenRengers Educamp adalah pembentukan 'Local Champions' atau kader-kader relawan. Nordianto menyadari bahwa untuk menjangkau pelosok daerah dengan isu pernikahan anak yang tinggi, ia harus menyiapkan agen perubahan lokal yang bisa menjadi panutan dan penyebar informasi di komunitas mereka masing-masing.

Melahirkan Ribuan Relawan Berdampak

Strategi Local Champion Nordianto terbukti sangat efektif. GenRengers Educamp telah berhasil diselenggarakan di 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat dan direplikasi di lima provinsi lain di Indonesia. Hingga saat ini, Nordianto telah berhasil mengumpulkan tak kurang dari 1.000 relawan yang berpotensi menjadi pemimpin perubahan di wilayahnya.

Dua contoh nyata keberhasilan gerakan ini adalah:

Adinda Aisyah Nindyani: Siswi berprestasi dari SMAN 2 Sanggau yang aktif terlibat dalam edukasi pernikahan anak sejak kelas 1 SMP. Aisyah menjadi role model yang melakukan sosialisasi dengan cara tidak menggurui, bahkan terpilih sebagai pemenang best speaker dan inspirative movement oleh GenRe Indonesia dan BKKBN Nasional (Juni 2023).

Ya'M Andriyan Wijaya (Iyan): Mahasiswa Sosiologi Universitas Tanjungpura, yang setelah mengikuti GenRengers Educamp pada 2017, menjadi Ketua Forum Anak se-Kalimantan Barat. Iyan aktif mengedukasi teman sebaya secara informal dan menjadi fasilitator bagi remaja binaannya, membuktikan bahwa remaja mampu menjadi pelapor dan pelopor bagi lingkungannya.

GenRengers Educamp, Melahirkan Ribuan Relawan Berdampak
GenRengers Educamp, Melahirkan Ribuan Relawan Berdampak

Kiprah kolektif Nordianto dan para relawan GenRengers Educamp telah memberikan dampak yang terukur: Angka pernikahan anak di Kalimantan Barat, yang pada tahun 2016 menempati urutan kedua tertinggi secara nasional, kini telah menurun ke posisi keempat. Ini membuktikan bahwa perubahan mindset dan edukasi masif yang dilakukan Nordianto menghasilkan korelasi positif terhadap penurunan angka pernikahan dini.

 Satukan Gerak, Terus Berdampak, Nordianto dan Semangat Astra

Kisah inspiratif Nordianto Hartoyo Sanan adalah cerminan sempurna dari semangat "Satukan Gerak, Terus Berdampak", tema yang diusung oleh Anugerah Pewarta Astra (APA) 2025. Tema ini mengajak setiap anak bangsa untuk berkolaborasi dan konsisten memberikan dampak positif bagi masyarakat, sebuah nilai yang telah lama dipegang teguh oleh Astra.

Pengakuan Astra, SATU Indonesia Awards 2018

Kontribusi luar biasa Nordianto diakui oleh PT Astra International Tbk melalui program penghargaan prestisius, Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards. Pada tahun 2018, Nordianto Hartoyo Sanan dianugerahi penghargaan di bidang Kesehatan. Penghargaan ini bukan sekadar pengakuan, melainkan validasi bahwa gerakan Nordianto—yang bermula dari kegelisahan personal—memiliki dampak besar, berkelanjutan, dan sejalan dengan visi Astra untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Koneksi ke Pilar Kontribusi Astra

Semangat yang diusung Nordianto—menciptakan agen perubahan atau Local Champions—sangat selaras dengan pilar-pilar kontribusi sosial Astra yang berfokus pada pengembangan masyarakat di pedesaan, yaitu melalui:

Penerima SATU Indonesia Awards (SIA) 

Nordianto sendiri adalah contoh nyata penerima SIA yang menjadi inspirasi. Ia membuktikan bahwa dukungan yang tepat dapat melipatgandakan dampak positif dari individu di komunitas. Astra terus mencari dan mendukung figur-figur inspiratif seperti Nordianto untuk menyebarkan "virus" kebaikan.

Desa Sejahtera Astra (DSA)

Program DSA fokus pada peningkatan ekonomi masyarakat desa secara mandiri dan berkelanjutan. Gerakan Nordianto yang menekankan pentingnya kemandirian ekonomi bagi remaja adalah langkah preventif yang sejalan dengan tujuan DSA, yaitu memutus rantai kemiskinan yang sering menjadi pemicu pernikahan dini. Remaja yang mandiri secara ekonomi dan memiliki keterampilan akan lebih termotivasi untuk menunda pernikahan.

Kampung Berseri Astra (KBA)

KBA berfokus pada pengembangan masyarakat di empat pilar: Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan, dan Kewirausahaan. GenRengers Educamp yang dikembangkan Nordianto secara spesifik menyentuh dua pilar utama KBA, yaitu Kesehatan (edukasi kesehatan reproduksi) dan Pendidikan (edukasi alternatif dan pengembangan diri). Kehadiran relawan di berbagai daerah, seperti yang dicetak Nordianto, adalah kunci keberhasilan KBA dalam menumbuhkan lingkungan yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif.

Binaan Yayasan Astra

Yayasan Astra, melalui berbagai programnya, fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Pembentukan Local Champions oleh Nordianto merupakan investasi SDM jangka panjang yang akan melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Nordianto membekali remaja dengan public speaking dan kepercayaan diri, seperti yang diakui oleh relawan Iyan, yang sangat penting bagi kemajuan pendidikan dan karier.

Pada dasarnya, gerakan Nordianto adalah mikrokosmos dari filosofi Astra, yaitu perubahan besar dimulai dari satu langkah kecil yang terstruktur dan berdampak, diinisiasi oleh individu yang bersemangat, dan dilipatgandakan melalui kolaborasi. Dengan tema APA 2025, Astra mengajak para pewarta untuk menceritakan lebih banyak lagi kisah-kisah seperti Nordianto, yang telah menyatukan gerak dan terus memberikan dampak nyata, menjangkau seluruh pelosok negeri.

Nordianto, Menekan Pernikahan Dini, Melahirkan Relawan, Menebar Dampak

Kisah Nordianto Hartoyo Sanan adalah sebuah testimoni kuat bahwa kepahlawanan sejati lahir dari kepedulian dan konsistensi. Bermula dari sebuah kegelisahan pribadi yang didukung oleh data dan fakta ilmiah tentang bahaya pernikahan dini, ia mampu mengubah masalah menjadi sebuah gerakan masif. Ia tidak hanya menekan angka pernikahan dini, tetapi juga melahirkan ribuan relawan muda—para Local Champions—yang siap menjadi tulang punggung bangsa.

Nordianto, Sang Penggerak
Nordianto, Sang Penggerak

Nordianto dan GenRengers Educamp membuktikan bahwa untuk meraih bonus demografi dan menciptakan Indonesia yang lebih baik, dibutuhkan sinergi antara semangat individu, basis ilmu pengetahuan yang kuat, dan dukungan dari pihak korporasi yang peduli, seperti Astra melalui SATU Indonesia Awards. Generasi berkualitas adalah fondasi negara yang sukses, dan fondasi itu dibangun oleh keluarga-keluarga yang sehat, cerdas, dan matang. Oleh karena itu, gerakan yang dipelopori Nordianto adalah sebuah investasi bangsa yang tidak ternilai harganya. Ia adalah inspirasi nyata tentang bagaimana satu langkah kecil dapat Satukan Gerak, Terus Berdampak.

#SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Kesejahteraan Rakyat. BPS.

Dariyo, A. (1999). Psikologi Perkembangan: Perkawinan Dini dan Permasalahannya. Bumi Aksara.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Buku Saku Kesehatan Remaja. Kemenkes RI.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). (2023). Data Kasus Dispensasi Kawin Tahun 2022. KemenPPPA.

Puspasari, P. A., & Pawitaningtyas, F. I. (2020). Risiko Kesehatan Reproduksi dan Komplikasi pada Kehamilan Usia Dini. Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak, 5(1), 15–25.

Rizal, Z. (2024). Analisis Risiko Gangguan Kesehatan Mental pada Pasangan Menikah Usia Dini. Jurnal Psikologi Universitas A, 10(2), 55–68.

Samsaputra, R. (2022). Dampak Sosial Ekonomi Pernikahan Dini Terhadap Kesejahteraan Keluarga. Jurnal Sosiologi Pembangunan, 8(3), 112–125.

Walgito, B. (2000). Psikologi Perkawinan. Andi Offset.

World Health Organization (WHO). (2014). Adolescent pregnancy. Fact sheet. WHO.

Post a Comment

© My Life My Style. All rights reserved. Premium By Raushan Design